Dunia Bagi Hanafi Rais


DUNIA bukanlah ladang panen, tetapi ladang tanam. Begitulah pemahaman orang yang berharap balasan (hasil) semata dari Allah, Tuhan yang Mahabijaksana. Orang semacam ini meyakini, bahwa sebenar-benarnya hasil adalah yang dia terima di akhirat kelak.

Seseorang yang memahami dunia sebagai ladang tanam akan bersikap memelihara (kemuliaan), sedangkan yang menganggap ladang panen akan bertindak mengambil, menguras (rakus, hedonistis).

Di mata saya, Hanafi Rais adalah anak muda yang memahami dunia sebagai ladang tanam, hamparan untuk beramal. Dia sangat paham dan memiliki kepekaan terhadap lahan. Dia sadar, bibit sebagus apapun tak akan tumbuh baik jika ditanam di lahan yang tandus, apalagi dipenuhi hama.

Dia tak ingin layu di tengah padang tandus, atau meranggas dimangsa hama. Peletakan jabatan DPR RI dan pimpinan partai yang ditempuhnya ibarat ‘hijrah’ dari lahan yang dia yakini sudah tandus. Dia tidak akan berdiam, melainkan berupaya menemukan lahan yang lebih tepat untuk tumbuh dirinya bersama bibit-bibit bagus lainnya —meski mungkin harus bersusah-payah mengolahnya dari awal.

Bibit yang Berinduk

Hanafi juga paham, bahwa bibit alami memiliki induk dan tetap mampu mengenalinya dengan baik —berbeda dengan bibit hasil rekayasa genetik yang tak bisa mengenali (lagi) induknya. Hal ini bisa dilihat dari sikap tegasnya untuk mendukung sikap orang tua sebagai bentuk hormat/patuh. Orang semacam ini tak akan rela melihat orang tuanya diperlakukan tidak semestinya.

InsyaAllah dia paham, bahwa berbuat baik (menyenangkan) orang tua merupakan salah satu bentuk jihad. Abdullah bin Amru bin Ash meriwayatkan, ada seorang lelaki meminta ijin berjihad kepada Rasul SAW. Beliau bertanya, “Apakah kedua orang tuamu masih hidup?” Lelaki itu menjawab, “Masih.” Beliau bersabda, “Kalau begitu, berjihadlah dengan berbuat baik terhadap keduanya.” (HR Bukhari dan Muslim)

InsyaAllah dia juga tahu, bahwa Rasul SAW pernah bersabda: “Orang tua adalah ‘pintu pertengahan’ menuju syurga. Bila engkau mau, silakan engkau pelihara. Bila tidak mau, silakan untuk tidak memperdulikannya.” (HR at-Tirmidzi)

Saya pun yakin, bahwa sikap Hanafi Rais kali ini merupakan implementasi atas firman Allah (QS al-Isra’ : 23-24): Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu-bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia (23); Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil." (24).

InsyaAllah, langkah Hanafi Rais untuk melanjutkan perjuangan (tanam) kebaikan bagi umat manusia akan diridhai oleh Allah, sesuai hadits Rasulullah yang diriwayatkan oleh at-Thabrani: “Ridha Allah tergantung pada ridha kedua orang tua, dan murka Allah tergantung pada murkanya”. (ali akbar)

Comments

Popular posts from this blog

Kang Ubay Penyayang Orang Gila

Merasa Tak Berhak Mengubah Syair Aisyah, Anisa Menebusnya Dengan Rilis Lagu BDT

Jangan Terjebak Ulah Orang-orang Tanpa Rasa Malu